Zero ODOL Butuh Solusi, Pengamat: Pemerintah Harus Hadir Bawa Solusi, Bukan Hanya Sanksi

- Pewarta

Sunday, 6 July 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Maritim Indonesia — Aksi unjuk rasa sopir truk yang menolak penerapan kebijakan Zero Over Dimension Over Load (ODOL) belakangan ini kian memanas. Bukan hanya menyuarakan keresahan, beberapa aksi di berbagai daerah bahkan diwarnai ketegangan dan kericuhan. Di Jakarta, tepatnya di Jalan Medan Merdeka Selatan, kericuhan sempat pecah hingga aparat kepolisian terpaksa membubarkan massa aksi beberapa hari lalu.

Dr. Yosi Pahala, MM Tr, akademisi sekaligus Pengamat Transportasi dan Logistik, menilai persoalan ODOL sejak lama memang dilematis dan tidak bisa dilihat dari satu sisi semata.

“Dari aspek regulasi, saya kira sudah jelas bahwa pemerintah memiliki prioritas terkait keselamatan transportasi dan kelaikan berkendara. Namun, rencana pemerintah untuk penerapan zero ODOL pada tahun 2027 perlu betul-betul memperhatikan aspek sosial ekonomi, khususnya kepada operator dan pengemudi,” tegas Yosi saat diminta komentarnya, Minggu (6/7) di Jakarta.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Menurutnya, tanpa jaminan sosial ekonomi yang jelas, pelaksanaan kebijakan ini berpotensi besar menghadapi banyak kendala teknis di lapangan.

“Selama pemerintah tidak dapat memberikan kepastian jaminan sosial ekonomi kepada operator dan pengemudi, niscaya akan menghadapi banyak kendala di lapangan. Jangan sampai penerapan ODOL justru meningkatkan biaya transportasi,” tambahnya.

Dalam pandangan Yosi, kebijakan tidak cukup hanya dibuat dan ditegakkan. Pemerintah harus mampu hadir sebagai fasilitator yang adil untuk semua pihak, termasuk mereka yang terdampak langsung.

“Pemerintah harus bisa memberikan solusi bisnis kepada operator dan sopir angkutan. Misalnya dengan bantuan dan keringanan kredit usaha, relaksasi pajak, serta peningkatan kompetensi pengemudi ODOL. Jangan hanya menekan, tapi juga memberikan peluang naik kelas,” katanya.

Ia menambahkan bahwa komunikasi dan sosialisasi yang berkelanjutan mutlak diperlukan. Pemerintah harus aktif membangun dialog dengan semua pemangku kepentingan demi tercapainya target Zero ODOL tahun 2027.

Menjawab soal pengawasan, Yosi menyebut bahwa secara struktural, fungsi pengawasan sudah melekat di banyak pihak, dari regulator pusat hingga daerah, Korlantas, Dinas Perhubungan, hingga produsen otomotif dan asosiasi.

“Antarkementerian dan lembaga di tingkat pusat hingga ke daerah harus saling sinergi untuk mengawasinya. Kalau tidak, ya akan terus timpang karena masing-masing membawa ego sektoral,” terangnya.

Soal wacana pembentukan lembaga baru untuk pengawasan, Yosi tidak setuju. Menurutnya, itu justru akan memperkeruh dan memperlambat upaya yang sudah ada.

“Kalau dibentuk lembaga pengawasan lagi, nanti malah tambah tidak efektif. Ketegasan harus datang dari atas, top-down. Pemerintah sebagai penanggung jawab utama,” katanya tegas.

Yosi pun melihat sisi terang dari implementasi Zero ODOL. Salah satunya adalah potensi hilangnya praktik pungutan liar di jalan, yang selama ini menjadi “hantu biaya” dalam sistem logistik nasional.

“Itu kan bagus. Ini sebenarnya yang diharapkan sebagai dampak positif implementasi ODOL, yaitu efisiensi. Di mana akan menurunkan biaya logistik yang mahal di Indonesia, yang salah satu terkandung di dalamnya adalah biaya pungli itu,” ungkapnya.

Yosi menyarankan agar pemerintah bersikap lebih terbuka dan intens dalam menyampaikan program Zero ODOL kepada publik. Sosialisasi pun perlu menyasar akar rumput.

“Libatkan wilayah RT/RW, kelurahan, kecamatan, dan gandeng akademisi. Kampus bisa bikin kajian, publikasi, seminar. Itu bisa jadi bentuk pengawasan juga,” usulnya.

Ia menekankan bahwa waktu dan kemauan politik dari pemerintah adalah kunci utama.

“Memang perlu waktu dan kemauan dari pemerintah untuk mewujudkannya. Kalau ego sektoral dikedepankan, dan bukan mencari win-win solution, akibatnya akan fatal,” tegas Yosi.

Yosi juga mengingatkan akan dampak besar jika situasi tidak segera ditangani dengan bijak dan dialogis.

“Kalau sampai terjadi mogok nasional, harga barang akan melonjak, distribusi terganggu, dan biaya logistik naik semua. Jangan sampai itu terjadi,” tutupnya. (ire djafar)

Berita Terkait

Kemenhub Tegaskan Perlindungan ABK WNI di Luar Negeri Lewat Aksi Nyata
Peran Strategis Human Factor Di Tengah Cepatnya Perkembangan Teknologi Keselamatan Pelayaran
Perkuat Layanan Logistik Antarwilayah, ASDP Dorong Konektivitas dan Pemerataan Ekonomi Nasional
TTL dan KSOP Tanjung Perak Kolaborasi Dorong Efisiensi Lewat Inovasi Berthing Priority
Kuota Stimulus Diskon Tiket Kapal Tinggal Sedikit, PELNI Perkirakan Habis Sebelum 31 Juli
Pelindo Sukses Gelar ASEAN Ports and Logistics 2025, Perkuat Kolaborasi Maritim Internasional
Sinergi Sosial Pelindo Grup: IPCC Salurkan 200 Paket Sembako untuk Yatim Piatu dan Warga
ANI 2026 Wujudkan Kemandirian Navigasi Nasional: Sinergi Pushidrosal dan ITB dalam Penguasaan Teknologi Nautika

Berita Terkait

Sunday, 6 July 2025 - 11:47 WIB

Kemenhub Tegaskan Perlindungan ABK WNI di Luar Negeri Lewat Aksi Nyata

Sunday, 6 July 2025 - 09:47 WIB

Peran Strategis Human Factor Di Tengah Cepatnya Perkembangan Teknologi Keselamatan Pelayaran

Sunday, 6 July 2025 - 09:25 WIB

Perkuat Layanan Logistik Antarwilayah, ASDP Dorong Konektivitas dan Pemerataan Ekonomi Nasional

Sunday, 6 July 2025 - 09:17 WIB

TTL dan KSOP Tanjung Perak Kolaborasi Dorong Efisiensi Lewat Inovasi Berthing Priority

Sunday, 6 July 2025 - 09:06 WIB

Zero ODOL Butuh Solusi, Pengamat: Pemerintah Harus Hadir Bawa Solusi, Bukan Hanya Sanksi

Berita Terbaru