Maritim Indonesia – Ketika berbicara tentang destinasi wisata bahari kelas dunia, nama Maladewa hampir selalu disebut sebagai ikon. Negara kepulauan di Samudra Hindia ini sudah lama menjelma menjadi magnet wisatawan mancanegara dengan resor mewah, pantai pasir putih, dan laut biru jernih yang identik dengan liburan romantis. Namun, jauh di timur Indonesia, terdapat surga lain yang tak kalah menawan, yaitu Wakatobi.
Gugusan kepulauan di Sulawesi Tenggara ini menyimpan pesona bahari luar biasa dengan sentuhan budaya maritim yang unik, menjadikannya layak disejajarkan dengan Maladewa. Wakatobi, singkatan dari Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko, merupakan salah satu pusat keanekaragaman hayati laut terbesar di dunia. Lebih dari 750 spesies karang dan hampir 1.000 jenis ikan hidup di perairannya, menjadikannya taman bawah laut yang diakui UNESCO sebagai Cagar Biosfer Dunia. Para penyelam internasional bahkan menempatkan Wakatobi di jajaran destinasi selam terbaik.
Keistimewaan Wakatobi tidak berhenti pada kekayaan alam semata. Kehidupan masyarakat Bajo, yang sejak lama dijuluki “pengembara laut”, menambah daya tarik tersendiri. Tradisi hidup di atas laut, cara menangkap ikan tradisional, hingga ritual budaya yang erat dengan laut memberikan pengalaman otentik yang sulit ditemukan di destinasi lain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Jika Maladewa menawarkan kemewahan dengan konsep “one island, one resort” yang eksklusif, Wakatobi justru menghadirkan pesona berbeda. Alamnya masih alami, suasananya lebih tenang, dan akses yang terbatas justru memberi kesan eksklusif bagi mereka yang mencintai keaslian. Maladewa identik dengan bulan madu dan wisata premium, sementara Wakatobi menghadirkan ekowisata bahari dengan sentuhan budaya lokal yang kental.
Keduanya sama-sama menawarkan laut jernih, pantai indah, serta terumbu karang memukau. Keduanya juga menghadapi ancaman serius dari perubahan iklim, terutama kenaikan permukaan laut dan kerusakan ekosistem karang yang menjadi penopang utama daya tarik wisata. Namun, perbedaan mendasar terlihat pada arah pengembangan pariwisata.
Maladewa mengandalkan branding mewah dengan infrastruktur modern yang sudah mapan. Wakatobi, di sisi lain, memiliki modal besar untuk tampil sebagai alternatif yang lebih berkelanjutan. Keunikan budaya Bajo, potensi ekowisata, dan statusnya sebagai kawasan konservasi dunia adalah nilai tambah yang tidak dimiliki Maladewa.
Karena itu, jika Maladewa adalah ikon wisata eksklusif dunia, maka Wakatobi berpeluang besar menjadi ikon wisata bahari yang alami, ramah lingkungan, dan berbasis pada kearifan lokal. Promosi intens serta kerja cerdas pariwisata Wakatobi di bawah pemerintahan Trio HASANA (Haliana, Safia, dan Nadar) saat ini, ditambah dukungan akses serta fasilitas infrastruktur yang memadai, menjadi penunjang hadirnya wisatawan domestik maupun mancanegara. Dengan slogan “MAIMO KA WAKATOBI” atau Mari ke Wakatobi, pemerintah daerah terus mendorong popularitas destinasi ini di kancah nasional maupun internasional.
Ketua Umum FORSIMEMA-RI, Syamsul Bahri, berharap di era pemerintahan Prabowo–Gibran, Wakatobi dapat menjadi kontribusi khusus daerah wisata guna mendongkrak aset pendapatan nasional serta memberikan devisa bagi negara. (red)
— idj / idj —