Maritim Indonesia – Sistem pembayaran layanan pelabuhan resmi memasuki babak baru. Melalui inisiatif transformasi digital bertajuk Single Billing yang digagas oleh Lembaga National Single Window (LNSW), Indonesia mengambil langkah progresif untuk menyatukan layanan pembayaran lintas instansi dalam satu platform terintegrasi.
Transformasi ini menjadi bahasan utama dalam Seminar Nasional bertema “Menyatukan Layanan, Meningkatkan Kepuasan Pengguna Jasa” yang digelar pada Rabu, 28 Mei 2025, di Jakarta. Seminar ini dibuka oleh Direktur Efisiensi Proses Bisnis, Galih Elham Setiawan, dan ditutup oleh Pj. Kepala LNSW, Mira Puspita Dewi.
Acara yang dihadiri oleh para pemangku kepentingan sektor maritim, mulai dari pelaku industri pelayaran, instansi teknis, lembaga keuangan hingga mitra kerja pelabuhan, menghadirkan diskusi mendalam mengenai masa depan sistem logistik nasional.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Salah satu sorotan utama datang dari Mohamad Erwin, Sekretaris DPC INSA Jaya, yang tampil sebagai narasumber utama. Dalam paparannya, ia menegaskan bahwa Single Billing bukan sekadar inovasi teknis, tetapi merupakan sebuah landmark reformasi dalam mewujudkan ekosistem logistik yang lebih efisien, transparan, dan akuntabel.
“Single Billing menyatukan berbagai kanal pembayaran dari beragam instansi dalam satu platform. Ini mengakhiri masa birokrasi panjang, tidak efisien, yang selama ini dikeluhkan para pelaku usaha pelayaran,” ujar Erwin.
Sebelum adanya sistem ini, pelaku usaha harus melakukan pembayaran secara terpisah kepada sejumlah instansi seperti KSOP, Karantina, dan BLU Navigasi, masing-masing dengan sistemnya sendiri. Tak hanya memperpanjang waktu, situasi ini juga membuka ruang kesalahan, inefisiensi, dan ketidakpastian layanan.
Namun demikian, Erwin menekankan bahwa keberhasilan Single Billing bergantung pada satu hal krusial: integrasi yang disertai dengan Service Level Agreement (SLA) yang jelas dan tegas.
“Tanpa SLA yang tegas dan terpublikasi antarinstansi, pengguna jasa akan tetap berhadapan dengan ketidakpastian layanan. SLA adalah kontrak moral dan operasional yang menjamin standar waktu, kualitas, dan akuntabilitas layanan dalam ekosistem digital yang terintegrasi,” tegasnya.
SLA dipandang sebagai fondasi kepercayaan dalam sistem digital lintas institusi. Dalam konteks Single Billing, SLA menjadi elemen vital untuk memastikan semua platform—mulai dari KSOP, Karantina, hingga BLU Navigasi—dapat beroperasi secara sinkron, real-time, dan auto-enter.
Pemberlakuan penuh Single Billing akan dilakukan setelah proses sosialisasi menyeluruh rampung. Proses integrasi dengan BLU Navigasi disebut sudah berjalan, dan disambut baik oleh pelaku usaha.
“Kami percaya, dengan adanya kolaborasi dan komunikasi yang terbuka, implementasi penuh dapat segera dilakukan dalam waktu dekat,” tambah Erwin optimistis.
Seminar ini juga menghadirkan sejumlah narasumber dari lembaga kunci, termasuk Erwin Hariadi, Kepala Seksi Sektor Efisiensi Proses Bisnis Ekspor LNSW; Rusli Zulfian, Kasubdit Pengelolaan Sains Data dan Sistem Informasi Perbendaharaan DJPB; serta Catra Wardana, Vice President Digital Solution Bank Mandiri.
Selain itu, hadir pula perwakilan dari STRANAS PK, Bea Cukai, perusahaan pelayaran, dan mitra kerja lainnya yang turut hadir sebagai bagian dari ekosistem perubahan.
DPC INSA Jaya, di bawah kepemimpinan baru Ir. H. Andi S. Patonangi, menegaskan komitmennya untuk terus mendorong implementasi transformasi digital di sektor logistik maritim. Tidak hanya sebagai pengguna, tetapi juga sebagai mitra kritis pemerintah.
“Transformasi digital bukan hanya soal teknologi, tetapi juga soal komitmen terhadap tata kelola yang lebih baik. Single Billing adalah titik tolak menuju logistik maritim Indonesia yang lebih modern, efisien, dan terpercaya,” pungkas Erwin menutup paparannya. (ire djafar)