
Maritim Indonesia – Women in Maritime Indonesia (WIMA INA) terus mengukir arah baru bagi masa depan maritim nasional dengan mengusung semangat inklusivitas, ketangguhan, dan inovasi. Komitmen ini diwujudkan melalui Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “An Ocean of Opportunities for Women: Women’s Participation in a Male-Dominated Maritime Industry” yang menjadi bagian dari gelaran Indonesia Maritime Week 2025.
FGD ini merupakan kolaborasi antara WIMA INA, Pertiwi Subholding Integrated Marine Logistics (SH IML), dan Mutiara Pelindo. Acara ini berhasil mengumpulkan lebih dari seratus peserta dari berbagai latar belakang, mulai dari profesional maritim, akademisi, hingga generasi muda calon pelaut, semua bersatu dalam satu tujuan yaitu membuka jalan bagi perempuan agar dapat berkiprah setara di sektor maritim.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Ini bukan sekadar diskusi, tapi sebuah gerakan. Bersama mitra kami, WIMA INA berkomitmen untuk mengangkat suara perempuan dan menciptakan masa depan maritim yang merangkul semua kalangan,” ujar Ketua Umum WIMA INA, Dr. Chandra Motik Yusuf, SH., MSc.
Diskusi mengupas berbagai tantangan nyata yang dihadapi perempuan di industri ini, seperti hambatan sistemik, norma budaya yang mengakar, hingga minimnya kebijakan yang berpihak. Namun, forum ini juga membuka pandangan tentang peluang besar di bidang kepemimpinan, pendidikan, dan inovasi yang bisa dimanfaatkan oleh perempuan.
Deretan narasumber yang hadir pun menginspirasi. Ada kisah perempuan yang kini menjadi nahkoda kapal, profesional muda yang berani menembus stereotip, hingga pakar kebijakan yang mendesak perubahan regulasi demi menciptakan ekosistem maritim yang adil dan setara.

Dukungan dari pemerintah pun terasa kuat. Direktur Perkapalan dan Kepelautan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Lollan Panjaitan, menyampaikan bahwa Kementerian Perhubungan berkomitmen penuh mendukung keterlibatan perempuan di sektor ini.
“FGD ini adalah katalisator. Laut harus menjadi ruang yang terbuka dan setara, tidak hanya bagi laki-laki, tapi juga perempuan dan generasi maritim masa depan,” tegasnya.
Secara nasional, langkah ke arah perubahan sudah mulai terlihat. Pada tahun 2024, Indonesia mencatat bahwa 2,8% pelautnya adalah perempuan, angka ini memang belum ideal, namun sudah melampaui rata-rata global yang masih di bawah 2%.
Sementara itu, dalam sambutannya Sekretaris Jenderal International Maritime Organization (IMO), Arsenio Dominguez, mengungkapkan bahwa partisipasi perempuan secara global di sektor maritim justru menurun dari 26% pada 2021 menjadi 19% pada 2024.
“Kesadaran saja tidak cukup. Kita butuh tindakan nyata—lebih banyak perempuan di posisi kepemimpinan, lebih banyak peluang, dan kebijakan yang berdasarkan pada data dan pengalaman nyata perempuan,” ujarnya tegas.
Di akhir acara, suasana penuh semangat terasa jelas. FGD ini bukan hanya ruang bertukar pikiran, tapi telah menjadi panggilan aksi bersama. Indonesia siap mengubah arah—bukan hanya untuk perempuan, tetapi demi kemajuan sektor maritim secara keseluruhan.
Dengan figur-figur seperti Chandra Motik Yusuf di garda depan dan generasi baru yang siap tampil, pesan dari forum ini pun menggaung kuat: laut itu luas, dan ada tempat untuk semua. (ire djafar)