Maritim Indonesia – Universitas Kristen Indonesia (UKI) menggelar Seminar Nasional bertajuk “Digitalisasi Sertifikat Tanah: Mengurangi Celah Praktek Mafia Tanah atau Membuka Celah Baru?” yang berlangsung di ruang seminar lantai 3 Gedung AB UKI Jakarta, Kamis (23/1).
Acara ini menghadirkan sejumlah pakar dari berbagai bidang, yakni Andrian Pamungkas, S.Kom, M.H. (Kepala Subdirektorat Pengembangan Sistem Pelayanan Pertanahan), Dr. Budi Sulistyo, ST, MT (Praktisi IT/Cyber), dan Dr. Diana R.W. Napitupulu, S.H., M.H., M.Kn., M.Sc. (ahli hukum agraria dan dosen tetap Program Magister Hukum UKI). Mereka berbagi pandangan tentang manfaat, tantangan, dan risiko implementasi digitalisasi sertifikat tanah di Indonesia.
Hadir pula sejumlah tokoh dari UKI, seperti Dekan Fakultas Hukum UKI, Dr. Hendri Jayadi Pandiangan, S.H., M.H., Wakil Rektor Bidang Akademik dan Inovasi, Dr. Hulman Panjaitan, S.H., M.H., serta para pimpinan fakultas lainnya.
Meningkatkan Transparansi dan Efisiensi
Ketua Panitia Seminar, Dr. Simon Simaremare, menjelaskan bahwa digitalisasi sertifikat tanah adalah langkah strategis untuk meningkatkan transparansi, efisiensi, dan akurasi dalam pengelolaan aset tanah di Indonesia. Namun, ia juga menyoroti potensi risiko keamanan data dan manipulasi oleh pihak tak bertanggung jawab.
“Seminar ini menjadi ruang strategis untuk memberi masukan kepada pemerintah dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap digitalisasi sertifikat tanah,” ujarnya.
Andrian Pamungkas menyatakan bahwa penerapan sertifikat tanah elektronik dapat mempersempit ruang gerak mafia tanah. Selain itu, masyarakat tidak lagi perlu hadir secara fisik di kantor pertanahan, mengurangi risiko kehilangan dokumen, serta memastikan keaslian data melalui sistem yang aman dan terdesentralisasi.
“Platform digital seperti aplikasi Sentuh Tanahku memungkinkan masyarakat mengakses informasi pertanahan dengan mudah dan aman,” tambahnya.
Dr. Diana R.W. Napitupulu menekankan pentingnya landasan hukum dan keamanan siber yang kuat dalam transformasi menuju sertifikat tanah elektronik. Ia menjelaskan bahwa sertifikat digital memberikan kepastian hukum lebih tinggi dibandingkan sertifikat fisik karena sulit dipalsukan. Namun, ia mengingatkan bahwa proses transisi ini harus dilakukan secara bertahap untuk melindungi semua pihak yang terlibat.
Sementara itu, Dr. Budi Sulistyo menyoroti tantangan keamanan siber yang menjadi isu utama dalam digitalisasi ini. Menurutnya, risiko seperti peretasan dan manipulasi data memerlukan mitigasi serius.
“Kerja sama ATR/BPN dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) serta Kementerian Kominfo sangat penting untuk membangun sistem keamanan digital yang tangguh,” jelasnya.
Budi juga menyarankan agar standar keamanan dalam industri perbankan dijadikan acuan untuk memastikan perlindungan data yang optimal.
Membangun Kesadaran Publik
Sekertaris DPW INSA Jaya Erwin Yahya Zubir yang didaulat menjadi moderator menyampaikan pentingnya edukasi kepada masyarakat terkait digitalisasi sertifikat tanah.
“Seminar ini diharapkan menjawab berbagai pertanyaan publik dan memberikan pemahaman mendalam tentang peluang dan tantangan sertifikat digital tanah,” katanya.
Menurutnya, seminar ini juga diharapkan menghasilkan sejumlah rekomendasi, seperti penguatan kerangka hukum, peningkatan literasi digital masyarakat, dan kolaborasi antar lembaga untuk menciptakan sistem yang lebih transparan dan aman.
“Melalui diskusi ini dapat disimpulkan bahwa digitalisasi sertifikat tanah dinilai mampu menjadi solusi strategis untuk menciptakan sistem pertanahan yang lebih efisien dan modern. Dengan langkah mitigasi yang tepat, transformasi ini diharapkan tidak hanya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi melalui sektor agraria,” ujar Erwin menutup acara. (ire djafar)