
Maritim Indonesia – Di tengah ketidakpastian global dan dinamika geopolitik dunia, Dewan Pengurus Pusat Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) menegaskan pentingnya konsistensi penerapan asas cabotage sebagai benteng kedaulatan maritim Indonesia. Hal ini disampaikan Ketua Umum DPP INSA, Carmelita Hartoto, dalam forum Media Gathering Road to the 1st Indonesia Maritime Week (IMW) 2025 yang digelar di Jakarta, Rabu (30/4).
“Cabotage bukan sekadar regulasi teknis, tetapi fondasi utama untuk menjaga kedaulatan dan masa depan industri pelayaran nasional. Negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan Jepang pun konsisten menjaga cabotage mereka demi kemandirian maritim,” tegas Carmelita.
Indonesia Maritime Week 2025, yang akan digelar 26–28 Mei mendatang, diharapkan menjadi momentum strategis untuk menampilkan kekuatan maritim Indonesia ke panggung dunia. Ajang ini merupakan inisiatif Kementerian Perhubungan bersama PT Pertamina International Shipping (PIS), PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo), dan INSA, yang mengusung misi menjadikan Indonesia sebagai pemain strategis di jalur pelayaran global.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Melalui IMW, kita ingin menjadikan Indonesia sebagai salah satu simpul penting dalam rantai pasok dan pelayaran dunia, sekaligus menjawab tantangan konkret di sektor pelayaran nasional,” ujar Carmelita.
Menurutnya, pelayaran nasional telah menjadi tulang punggung logistik dalam negeri, dengan kapal-kapal merah putih yang mampu menjangkau seluruh pelosok Nusantara. Namun, ia mengingatkan bahwa pelaku usaha tetap harus waspada terhadap gejolak ekonomi global yang dapat menimbulkan krisis berkepanjangan seperti saat pandemi Covid-19.
Lebih lanjut, Carmelita yang juga menjabat Ketua Federation of ASEAN Shipowners’ Association (FASA) dan Asian Shipowners’ Association (ASA), menyoroti tantangan terkini seperti kebijakan tarif resiprokal dari Amerika Serikat, fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, serta dominasi kapal asing di jalur ekspor-impor.
“Peningkatan daya saing pelayaran nasional harus menjadi agenda bersama, tidak hanya oleh INSA, tetapi melibatkan seluruh ekosistem: dari perbankan, lembaga pembiayaan, otoritas pajak, hingga sektor pendidikan pelaut,” ujarnya.
Ia juga mendorong lembaga-lembaga terkait untuk memberikan pembiayaan dengan bunga kompetitif dan tenor panjang, serta sistem perpajakan yang lebih ramah terhadap industri pelayaran.
Carmelita secara khusus menekankan pentingnya peningkatan kompetensi kru kapal Indonesia agar mampu bersaing di pasar tenaga kerja global, seperti halnya kru asal Filipina dan India.
“Peluang kru pelaut Indonesia saat ini sangat besar di pasar internasional. Tinggal bagaimana kita bersatu menjawab tantangan ini, dan IMW 2025 adalah panggung yang tepat untuk memulainya,” pungkas Carmelita. (ire djafar)