Maritim Indonesia — Pelabuhan bukan sekadar simpul logistik. Ia adalah denyut nadi perdagangan dan perekonomian nasional. Untuk itu, pelabuhan tak bisa lagi berdiri sendiri, terpisah dari kotanya. Konektivitas, perencanaan tata ruang, keberlanjutan lingkungan, dan keterlibatan masyarakat adalah fondasi yang tak bisa ditawar dalam mewujudkan pelabuhan masa depan, menuju Indonesia Emas 2045.
Semangat inilah yang diangkat dalam Seminar Nasional “Penataan Kota Pelabuhan Menuju Indonesia Emas 2045”, hasil kolaborasi antara Komite Masyarakat Pengawas Kota Pelabuhan (KOMPASKOPEL) dan Lembaga Sukses Jakarta (LSJ). Seminar ini menjadi bagian dari Art Market Exhibition 2025, pameran lukisan tematik bertajuk “Kebangkitan Maritim Nusantara” yang digelar selama 14 hari di Museum Maritim Indonesia.
Acara seminar digelar pada Rabu, 28 Mei 2025 dan dibuka langsung oleh Asisten Kesejahteraan Rakyat (Askesra) Sekda Provinsi DKI Jakarta, Dr. Ali Maulana Hakim, S.IP., M.Si, yang hadir mewakili Gubernur Provinsi DKI Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam sambutannya, Dr. Ali menyampaikan apresiasi tinggi kepada panitia atas terselenggaranya acara yang strategis ini, serta mengucapkan terima kasih kepada PELINDO atas fasilitas lokasi yang diberikan selama dua pekan penuh untuk pameran seni tersebut.
Tak sekadar membuka acara, dalam keynote speech-nya Dr. Ali menyoroti pentingnya mitigasi terhadap persoalan klasik di kawasan pelabuhan, terutama isu lalu lintas dan kemacetan yang kerap menimbulkan korban jiwa. Ia menekankan pentingnya pembangunan terminal terpadu yang terintegrasi secara digital, yang menghubungkan semua pemangku kepentingan, mulai dari KSOP, Pelindo, pemerintah, pelaku usaha, hingga sopir truk, dalam satu sistem.
“Terminal terpadu ini harus menjadi buffer zone, tempat truk-truk dari wilayah timur dapat parkir sementara sebelum gate pelabuhan dibuka. Ini akan memudahkan pengaturan arus logistik dan mengurangi tekanan kemacetan,” jelasnya.
Mewakili KSOP Utama Tanjung Priok, Wim Pondang Parulian Hutajulu, SE memaparkan upaya serius regulator dalam melaksanakan Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 11 Tahun 2024 tentang Rencana Induk Pelabuhan (RIP) Tanjung Priok dan Marunda Terintegrasi.
Data proyeksi menunjukkan kenaikan signifikan:
– Petikemas: tumbuh 2,8% per tahun dari 7,8 juta TEUs di 2023 menuju 12,5 juta TEUs pada 2042.
– Non-petikemas: naik 4,1% per tahun dari 16,7 juta ton (2023) menjadi 47,9 juta ton pada 2042.
Dalam jangka pendek (2023–2027), KSOP akan menata berbagai wilayah penting, termasuk:
– Relokasi terminal penumpang, cruise, dan kapal Ro-Ro ke Pelabuhan Sunda Kelapa,
– Penataan kawasan Kalijapat, Nusantara, Birai 1, Kalibaru Eksisting,
– Pembangunan jalan akses DKP, IKT, serta NPEA (New Priok Eastern Access),
– Pengembangan terminal petikemas dan produk cair di Kalibaru.
Tak kalah penting, Wim juga menyampaikan permohonan kepada Pemprov DKI Jakarta untuk mendukung penerbitan Rekomendasi Updating DLKr-DLKp Tanjung Priok, sebagai dasar penandatanganan Kesepakatan Bersama Sinergitas Pengembangan Kawasan Pesisir dan Pelabuhan Laut.
Sementara itu, Senior Manager Komersial
PT Pelabuhan Indonesia (Persero) Regional 2 Tanjung Priok, Chandra Irawan, memaparkan bahwa Pelindo Regional 2 Tanjung Priok saat ini menangani 60% arus barang ekspor-impor nasional, dengan luas lahan 627 Ha dan kontribusi lebih dari 30% terhadap pergerakan komoditas nonmigas nasional.
Dijelaskan Chandra, untuk menjawab tantangan masa depan, Pelindo tengah mempersiapkan beberapa hal, diantaranya adalah membangun Container Terminal 2 & 3 (CT2 & CT3) yang masing-masing menambah kapasitas 1,5 juta TEUs.
“Mempersiapkan Buffer Area Terintegrasi di sisi timur (KBN Marunda dan Cakung), dan mengembangkan Terminal Booking System (TBS) yang akan ditingkatkan menjadi sistem dual move/return cargo,” papar Chandra.
Selain itu, lanjutnya, Pelindo juga menerapkan Integrated Traffic and Capacity Management Center untuk optimalisasi arus kendaraan dan logistik.
Sorotan kritis datang dari Dr. Umi Mu’awanah, PhD, peneliti senior dari BRIN. Ia menilai bahwa selama ini kebijakan mitigasi kemacetan masih “reaktif”, sains sering ditempatkan di belakang, bukan di depan.
“Sains harus menjadi panglima. Mitigasi kemacetan harus didukung oleh sistem digital berbasis IoT dan AI yang terintegrasi di seluruh buffer area,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa masyarakat sekitar pelabuhan sebagai pemilik sumber daya (resources owner) harus mendapatkan manfaat langsung dari pembangunan yang dilakukan.
Mewakili tokoh masyarakat dan juga sebagai Anggota DPR RI Komisi XII, Nurwayah, S.Pd menyampaikan dukungannya terhadap rencana terminal terpadu terintegrasi dan mendorong implementasinya.
Ia menggarisbawahi pentingnya penertiban pool truk dan trailer di pemukiman warga, penegakan aturan zonasi, serta memastikan AMDAL menjadi landasan utama pembangunan.
“Isu polusi dan lingkungan jangan disepelekan. Pembangunan harus berpihak dan berdampak positif bagi masyarakat sekitar,” jelasnya.
Seminar ini juga memberi ruang dialog. Para peserta, baik offline maupun online, menyampaikan berbagai pertanyaan dan harapan. Suara yang mengemuka: pelabuhan dan kota harus tumbuh secara simbiosis, bukan saling menjauh.
Potensi konflik kepentingan antara pelaku pelabuhan dan masyarakat bisa ditekan bila semua pihak duduk bersama, merumuskan solusi yang adil dan berkelanjutan.
Seminar Nasional “Penataan Kota Pelabuhan Menuju Indonesia Emas 2045” ini diharapkan menjadi masukan penting bagi para pengambil kebijakan dan pelaku industri pelabuhan. Karena membangun pelabuhan bukan sekadar memperluas dermaga, tapi menyatukan ruang hidup, ruang ekonomi, dan ruang budaya dalam satu tarikan nafas pembangunan berkelanjutan. (ire djafar)